Kamis, 03 Mei 2012

dominasi boyband dan girlband di indonesia yang minim kualitas

Sekelompok penyanyi yang sekaligus memilki bakat sebagai seorang penari, mungkin itulah syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang yang ingin berada dalam suatu kelompok bernyanyi yang dinamakan Boyband/Girlsband. Fenomena boyband dan girlsband di Indonesia sendiri mulai menyeruak bak jamur dimusim hujan. Sekitar akhir tahun 2010, industri music Indonesia kedatangan sebuah kelompok musik baru, sebut saja boyband yang berembel-embel dengan  nama boybang SM*SH (Seven Men as Seven Heroes) lengkap dengan aksi dan plagiarisme ala Korean Pop style, boyband ini kemudian mengingatkan kita kembali kepada boyband yang popular di negerinya , sebut saja Super Junior, dengan demikian banyak sekali cercaan dari pengamat music di Indonesia, walaupun begitu ada juga pihak yang pro dan kontra terhadap munculnya genre band baru di industri musik Indonesia.
Sebenarnya, fenomena boyband dan girlsband ini sudah dimulai sejak awal tahun 90’an, masih ingatkah kalian dengan Backstreet Boys dan Sugababes, Westlife, Destiny’s Child, Boyzone, Spice Girls, merupakan boyband dan girlsband yang Berjaya pada masa itu, tetapi di era 2000’an mulai memasuki masa-masa redupnya dengan  berbagai konflik intern dalam suatu kelompok tersebut, wajar saja sebab masing-masing anggota memiliki watak, bakat, dan norma sendiri dalam menentukan masa depan karir masing-masing, yang kemudian dominasi boyband dan girlsband perlahan mulai tenggelam dan disingkirkan oleh penyanyi solo dan band-band cadas. Lalu mengapa Indonesia kembali mencoba menerapkan konsep boyband dan girlsbands disaat negera lain mulai meninggalkan format lama tersebut.
Tahun 2011 merupakan masa kejayaan boyband dan girlsband di Indonesia, sebab setelah SM*SH yang notabene sebagai pencetus trendsetter boyband, barulah kemudian muncul boyband-boyband lain dengan format dan jumlah anggota yang beragam, bahkan ada juga yang merekrut salah satu peranakan korea asli sebagai salah satu anggota di boysband tersebut. Hal ini yang kemudian mengindikasikan bahwa dominasi boyband dan girlsband di Indonesia berkiblat pada perkembangan boysband dan girlsband di Korea, belum cukup boysband, generasi perempuan mulai mengembangkan emansipasi dan eksistensinya didalam grup yang dinamakan Girlsband, sebut saja Cherrybelle dan 7icons, selain menampilkan sisi manja dengan karakter serta skill dance yang pas-pasan, mereka mencoba peruntungannya di Industri Musik tanah air, dan cukup diterima oleh pasar musik, terutama pasar musik yang para penikmatnya tuli akan kualitas dan nilai intrinsic suatu musik.
Selain bernyanyi, para anggota Boyband dan Girlsband ini merambah profesi ke dunia akting, sangat klise sekali memang jika dibandingkan dengan anggota boysband dan girlsband Korea yang juga merangkap dibidang selain tarik suara. Bukankah seharusnya Boysband dan Girlsband ini harus berkaca terlebih dahulu sebelum memasuki dunia entertainment yang lebih lanjut.
Jika dibandingkan dengan Boysband maupun Girlsband di Korea dengan Indonesia, kualitas Boysband dan Girlsband di negeri gingseng tersebut jelas lebih mumpuni. Sebut saja duo raksasa Boyband dan Girlsband yang memiliki pengaruh sangat kuat di Negara Korea maupun di Negara lain, Super Junior dan Girls Generation (SNSD) yang memiliki kemampuan bernyanyi dan kemampuan menari bahkan akting yang tidak diragukan lagi.
Sebelum melempar boysband dan girlsband tersebut ke pasar music, di negeri Korea sebelumnya pihak manajemen melakukan audisi terlebih dahulu kepada calon-calon anggota band yang akan diorbitkan. Peserta yang lolos audisi kemudian dilatih atau di training terlebih dahulu dibidang tarik suara (vocal), menari, dan akting , ada yang hanya beberapa bulan, bahkan ada juga yang sampai bertahun-tahun. Hasil dari latihan ini jelas akan menghasilkan output member band yang berkualitas secara individual dan pastinya tidak akan dipandang sebelah mata oleh publik secara luas.
Beberapa waktu yang lalu saya sangat miris mendengar bahwa Cherry Belle dijuluki sebagai Girls Generationnya Indonesia, dan anggota Cherry Belle sendiri sangat bangga mendapatkan julukan tersebut. Saya bukannya meremehkan, bagaimana bisa Girlsband yang kiprahnya baru seumur jagung dengan kualitas yang masih jauh dibawah standar disandingkan dengan Girlsband yang jelas-jelas lebih dikenal di mata Internasional bahkan dengan talenta yang luar bisa, bukan hiperbola atau apa, satu orang member Girls Generation saja tidak sebanding dengan sepuluh anggota Cherry Belle.
Jadi, secara spesifik saya ingin mempertanyakan apakah Boysband dan Girlsband di Indonesia memiliki kans untuk masuk ke pasar Internasional? Bahkan penyanyi senior Indonesia saja yang sudah bertahun-tahun merencanakan untuk Go International hingga sekarang belum dapat merealisasikannya secara penuh.
Saran saya, alangkah baiknya sabagai pihak home production atau pihak pengorbit boysband dan girlsband di Indonesia terlebih dahulu melatih secara maksimal kemampuan masing-masing personil hingga matang dan memiliki kualitas secara individualis, bukan hanya mengikuti tren pasar hingga melemparkan grup-grup tidak berkualitas dengan modal hanya pada tampang saja. Bandingkan dengan Girls Generation yang masing-masing anggotanya dilatih bertahun-tahun bahkan untuk biaya pelatihan masing-masing personil saja mencapai sekitar Rp 27 milyar, tetapi pengorbanan tersebut tidak seberapa dibandingkan dengan hasil dan kualitas yang akan ditunjukkan.
Demikian kiranya celoteh saya, saya hanya khawatir dimasa yang akan dating, kualitas musik di Indonesia akan semakin menurun dan hanya dipenuhi oleh Boysband dan Girlsband sampah yang hanya numpang lewat saja kemudian digantikan oleh generasi lain, melihat keadaan band-band musik berkualitas Indonesia yang mulai redup seperti Padi dan Dewa 19.
Boysband dan Girlsband boleh saja dibentuk dan mendominasi, asal tiap-tiap band memilki karakteristik dan kualitas tersendiri tidak hanya asal jadi dan menjiplak satu sama lain dengan cara yang sangat tidak kreatif. Salam kompasiana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar