Sekelompok penyanyi yang sekaligus memilki
bakat sebagai seorang penari, mungkin itulah syarat mutlak yang harus
dimiliki oleh seorang yang ingin berada dalam suatu kelompok bernyanyi
yang dinamakan Boyband/Girlsband. Fenomena boyband dan girlsband di
Indonesia sendiri mulai menyeruak bak jamur dimusim hujan. Sekitar akhir
tahun 2010, industri music Indonesia kedatangan sebuah kelompok musik
baru, sebut saja boyband yang berembel-embel dengan nama boybang SM*SH
(Seven Men as Seven Heroes) lengkap dengan aksi dan plagiarisme ala
Korean Pop style, boyband ini kemudian mengingatkan kita kembali kepada
boyband yang popular di negerinya , sebut saja Super Junior, dengan
demikian banyak sekali cercaan dari pengamat music di Indonesia,
walaupun begitu ada juga pihak yang pro dan kontra terhadap munculnya
genre band baru di industri musik Indonesia.
Sebenarnya, fenomena boyband dan girlsband
ini sudah dimulai sejak awal tahun 90’an, masih ingatkah kalian dengan
Backstreet Boys dan Sugababes, Westlife, Destiny’s Child, Boyzone, Spice
Girls, merupakan boyband dan girlsband yang Berjaya pada masa itu,
tetapi di era 2000’an mulai memasuki masa-masa redupnya dengan berbagai
konflik intern dalam suatu kelompok tersebut, wajar saja sebab
masing-masing anggota memiliki watak, bakat, dan norma sendiri dalam
menentukan masa depan karir masing-masing, yang kemudian dominasi
boyband dan girlsband perlahan mulai tenggelam dan disingkirkan oleh
penyanyi solo dan band-band cadas. Lalu mengapa Indonesia kembali
mencoba menerapkan konsep boyband dan girlsbands disaat negera lain
mulai meninggalkan format lama tersebut.
Tahun 2011 merupakan masa kejayaan boyband
dan girlsband di Indonesia, sebab setelah SM*SH yang notabene sebagai
pencetus trendsetter boyband, barulah kemudian muncul boyband-boyband
lain dengan format dan jumlah anggota yang beragam, bahkan ada juga yang
merekrut salah satu peranakan korea asli sebagai salah satu anggota di
boysband tersebut. Hal ini yang kemudian mengindikasikan bahwa dominasi
boyband dan girlsband di Indonesia berkiblat pada perkembangan boysband
dan girlsband di Korea, belum cukup boysband, generasi perempuan mulai
mengembangkan emansipasi dan eksistensinya didalam grup yang dinamakan
Girlsband, sebut saja Cherrybelle dan 7icons, selain menampilkan sisi
manja dengan karakter serta skill dance yang pas-pasan, mereka mencoba
peruntungannya di Industri Musik tanah air, dan cukup diterima oleh
pasar musik, terutama pasar musik yang para penikmatnya tuli akan
kualitas dan nilai intrinsic suatu musik.
Selain bernyanyi, para anggota Boyband dan
Girlsband ini merambah profesi ke dunia akting, sangat klise sekali
memang jika dibandingkan dengan anggota boysband dan girlsband Korea
yang juga merangkap dibidang selain tarik suara. Bukankah seharusnya
Boysband dan Girlsband ini harus berkaca terlebih dahulu sebelum
memasuki dunia entertainment yang lebih lanjut.
Jika dibandingkan dengan Boysband maupun
Girlsband di Korea dengan Indonesia, kualitas Boysband dan Girlsband di
negeri gingseng tersebut jelas lebih mumpuni. Sebut saja duo raksasa
Boyband dan Girlsband yang memiliki pengaruh sangat kuat di Negara Korea
maupun di Negara lain, Super Junior dan Girls Generation (SNSD) yang
memiliki kemampuan bernyanyi dan kemampuan menari bahkan akting yang
tidak diragukan lagi.
Sebelum melempar boysband dan girlsband
tersebut ke pasar music, di negeri Korea sebelumnya pihak manajemen
melakukan audisi terlebih dahulu kepada calon-calon anggota band yang
akan diorbitkan. Peserta yang lolos audisi kemudian dilatih atau di
training terlebih dahulu dibidang tarik suara (vocal), menari, dan
akting , ada yang hanya beberapa bulan, bahkan ada juga yang sampai
bertahun-tahun. Hasil dari latihan ini jelas akan menghasilkan output
member band yang berkualitas secara individual dan pastinya tidak akan
dipandang sebelah mata oleh publik secara luas.
Beberapa waktu yang lalu saya sangat miris
mendengar bahwa Cherry Belle dijuluki sebagai Girls Generationnya
Indonesia, dan anggota Cherry Belle sendiri sangat bangga mendapatkan
julukan tersebut. Saya bukannya meremehkan, bagaimana bisa Girlsband
yang kiprahnya baru seumur jagung dengan kualitas yang masih jauh
dibawah standar disandingkan dengan Girlsband yang jelas-jelas lebih
dikenal di mata Internasional bahkan dengan talenta yang luar bisa,
bukan hiperbola atau apa, satu orang member Girls Generation saja tidak
sebanding dengan sepuluh anggota Cherry Belle.
Jadi, secara spesifik saya ingin
mempertanyakan apakah Boysband dan Girlsband di Indonesia memiliki kans
untuk masuk ke pasar Internasional? Bahkan penyanyi senior Indonesia
saja yang sudah bertahun-tahun merencanakan untuk Go International
hingga sekarang belum dapat merealisasikannya secara penuh.
Saran saya, alangkah baiknya sabagai pihak
home production atau pihak pengorbit boysband dan girlsband di
Indonesia terlebih dahulu melatih secara maksimal kemampuan
masing-masing personil hingga matang dan memiliki kualitas secara
individualis, bukan hanya mengikuti tren pasar hingga melemparkan
grup-grup tidak berkualitas dengan modal hanya pada tampang saja.
Bandingkan dengan Girls Generation yang masing-masing anggotanya dilatih
bertahun-tahun bahkan untuk biaya pelatihan masing-masing personil saja
mencapai sekitar Rp 27 milyar, tetapi pengorbanan tersebut tidak
seberapa dibandingkan dengan hasil dan kualitas yang akan ditunjukkan.
Demikian kiranya celoteh saya, saya hanya
khawatir dimasa yang akan dating, kualitas musik di Indonesia akan
semakin menurun dan hanya dipenuhi oleh Boysband dan Girlsband sampah
yang hanya numpang lewat saja kemudian digantikan oleh generasi lain,
melihat keadaan band-band musik berkualitas Indonesia yang mulai redup
seperti Padi dan Dewa 19.
Boysband dan Girlsband boleh saja dibentuk
dan mendominasi, asal tiap-tiap band memilki karakteristik dan kualitas
tersendiri tidak hanya asal jadi dan menjiplak satu sama lain dengan
cara yang sangat tidak kreatif. Salam kompasiana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar